Hari kedua (29 Desember 2017) di Wonosobo, awalnya sih mau ke Cikunir, di Dieng. Alhamdulillah
curah hujan di Dieng tidak begitu besar seperti yang Kakak saya ucapkan
sebelum berangkat ke Wonosobo, katanya sih, sampai terjadi longsor. Nah, pas
saya sampai di Wonosobo longsor-longsoran gitu udah nggak sering kejadian,
mungkin curah hujannya sudah mulai sedikit. Jadi bisa nih ke Cikunir, Kakak Ipar saya tanya-tanya temannya yang sudah pernah ke Cikunir, katanya,
Cikunir trek jalanannya terjal. Jadi mikir-mikir lagi deh bawa bocil tiga yang
mana cowoknya hanya Kakak Ipar yang ikut. Padahal, saya sudah semangat
sekali bakal ke Cikunir, hiking
sedikit lalu sampai sana, pemandangan ciptaan Allah sangat luar biasa indah.
Awannya juga bisa terlihat, katanya bagaikan di atas awan.
Lalu rencana ke Cikunir beralih ke Tanjung
Sari. Berangkat menuju ke sana menggunakan sepeda motor. Tiga motor dipakai
untuk jalan-jalan ke Tanjung Sari. Motor vespa dipakai Kakak Ipar saya yang
memboncengi dua bocil, vario dipakai kakak bersama tante saya, dan saya
menggunakan motor beat memboncengi satu bocil dan adik yang lagi puber.
Alhamdulillah, di luar sana cuaca cukup cerah, tidak hujan dan tidak panas. Kami
berangkat pukul 08.30. Sepanjang jalanan yang saya lalui cukup menyenangkan:
saya melewati pada kiri-kanan saya tebing dan sawah-sawah, plus dengan udaranya
yang cukup segar. Hebatnya, saya tidak menggunakan jaket euy! Luar biasa, bukan
karena sengaja, tapi lupa bawa apalagi pakai.
Insiden kesasar pun terjadi, saya kebablasan
setengah jam dari TKP. Kok bisa? Iya, kakak saya yang tadinya di belakang
tiba-tiba lenyap, mungkin saking saya menikmati perjalanan ini, saya jadi kalap
ngegas. Jalanan yang saya susuri tidak padat kendaraan, banyak tikungan yang menaik
ke atas: untungnya tidak ada bus-bus besar yang melintas, hanya mini bus.
Super
excited saat nyetir motor menuju
Tanjung Sari yang sudah kebablasan melewati Desa Kepil, Teges Wetan.
Sampai kebablasan jalan itu, karena saya juga mengestimasikan waktu perjalanan
dari rumah ke Tanjung Sari sekitar satu jam, itu pun kata Kakak saya waktu saya
menanyakan berapa lama perjalanannya. Saya kerap melihat jam tangan saya yang
saat itu masih tersisa setengah jam lagi, saya dengan percaya diri ngegas motor
sampai di titik saya kelelahan menyetir.
Kami pun berhenti di pinggir jalan dan tidak
tahu sudah berada di mana. Buru-buru saya melihat layar HP, Whatsapp dari Kakak
saya yang bilang, bahwa mereka sudah tiba dari tadi. Saya pun melihat jam chat kakak saya yang sudah lebih dari setengah jam yang lalu ia chat dan bahkan
menelepon. Ok, untungnya saat saya memegang HP, HP-pun berdering kembali dan
saya mengangkatnya. Akhirnya kami balik arah menuju Tanjung Sari dengan patokan
yang sudah diberitahu. Untungnya, saat saya menyetir saya selalu mengingat
macam spanduk atau pun nama jalanan yang sudah saya lewati.
Finally, kami sampai di Tanjung Sari dan melihat spanduk Tanjung Sari lalu
saya bergumam dalam hati: pantas saja saya terlewat, wong spanduk bertuliskan Tanjung
Sari ini telah memudar, kalah warna dengan spanduk makan yang terletak di
bawahnya. Spanduk makan yang berwarna kuning gonjreng itu justru terlihat jelas
dari beberapa meter saja dengan tulisan: Rumah Makan Tenda Biru. Padahal,
selama saya nyetir, berharap menemukan Tanjung Sari dengan spanduknya yang
mengagumkan. Harapan saya pupus ketika melihat spanduknya. Lalu, saya membayar
tiket masuk wisatanya, yang dikenakan 7000 per-orang.
Tanjung Sari ini adalah kebon teh yang juga
sebagai objek wisata dengan berbagai fasilitas menarik pengunjung, seperti dua
kolam renang, spot selfie dengan latar perbukitan yang dihiasi pohon-pohon
berwarna hijau atau pun bunga-bunga yang indah.
Setelah puas bercengkrama
dengan alamnya, kami pulang ke rumah. Alhamdulillah
setelah misi rihlah selesai, di tengah perjalanan turun hujan dengan derasnya,
dan kami berteduh di bengkel.
Itulah cerita perjalanan saya ke Tanjung Sari
Wonosobo, mau tahu saya ke mana lagi? Klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar